Mengapa
PSH diperlukan
Ada
beberapa alasan mengapa PSH itu diperlukan antara lain: keadilan, ekonom (biaya
pendidikan), perubahan perencanaan, perkembangan teknologi, factor vokasional,
kebutuhan orang dewasa, dan kebutuhan anak-anak masa awal (Cropley: 32-44).
Dalam
tulisan ini akan dibahas mengenai alasan keadilan, ekonom, dan perubahan
perencanaan.
a. Alasan
keadilan
Jika
PSH sudah terselenggara secara meluas di kalangan masyarakat, ini dapat
menciptakan iklim lingkungan yang menimbulkan terwujudnya keadilan sosial.
Masyarakat luas dengan berbagai kalangan dapat merasakan kesempatan pendidikan
yang sama. Berarti pula bersamaan sosial, ekonomi, dan politik. Hinsen
menunjukan konteks yang lebih luas yaitu dengan terselenggaranya PSH yang lebih
baik akan membuka peluang bagi perkembangan nasional untuk mencapai tingkat
persamaan internasional (Cropley: 33). PSH pada prinsipnya dapat mengeliminasi
peranan sekolah sebagai alat untuk melestarikan ketidakadilan sosial.
b. Alasan
ekonom
Dinegara
yang sedang berkembang biaya untuk perluasan pendidikan dan peningkatan
kualitas pendidikan hamper tak tertanggulangi. Disatu sisi tantangan untuk
mengejar ketertinggalan dan mengikuti arus globalisasi dan keterlambatan
pembangunan dirasakan, di sisi lain terbatasnya biaya dirasakan menjadi
penghambat. Dan cara menanggulanginya yaitu dengan memperbesar daya serap
sekolah misalnya system double sift, memperpendek masa pendidikan, dan
sebagainya. PSH yang secara radikal mendasarkan diri pada konsep baru dalam
pemrosesan pendidikan memiliki implikasi pembiayaan pendidikan yang lebih luas
dan lebih longgar (Cropley: 35).
c. Alasan
factor sosial yang berhubungan dengan perubahan peranan keluarga, remaja, dan
emansipasi wanita dalam kaitannya dengan perkembangan iptek.
Perkembanan iptek yang semakin pesat
memberikan dampak yang besar terhadap terjadinya perubahan-perubahan kehidupan
sosial, ekonomi, budaya. Seperti berubahnya corak bekerja, status, hubungan
sosial, dan yang tidak kalah penting yaitu berubahnya system dan peranan lembaga
pendidikan.
Fungsi pendidikan yang seharusnya
diperankan oleh keluarga, dan juga fungsi ekonom, rekreasi, dan lain-lain,
malah lebih banyak diambil alhi pleh lembaga-lembaga pendidikan, khususnya
sekolah. Banyak orang tua yang menganggap bahwa seluruh tugas pendidikan sudah
ditangani secara tuntas oleh sekolah, sehingga orang tua hanya tinggal menunggu
hasilnya. Dan sebaliknya, sekolah menganggap bahwa pendidikan afektif
sepenuhnya menjadi tanggung jawab orang tua. Ketdak sinkronan konsep pendidikan
lingkungan keluarga dengan pendidikan di sekolah menimbulkan kesenjangan. Dan
kesenjangan tersebut dapat diisi melalui penyelenggaraan pendidikan seumur
hidup (PSH) yang sifatnya menembus batas-batas kelembagaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar